Pak Rujito, Pemburu Penyu yang Mendapat Kalpataru
“Beliau ini dulunya suka memburu penyu, lho. Kalo gak buat umpan pancing ya dikonsumsi sendiri atau dijual. Terus beliau tobat dan sekarang malah jadi konservator” — Mas Deny, Pengurus Komunitas Reispirasi.
Sebagai salah satu relawan di Komunitas Earth Hour, 5 November tahun lalu, tepatnya di Benteng Vredeburg, aku berdiskusi dengan Mas Deny. Beliau ini salah satu pengurus dari Komunitas Reispirasi yang basisnya di Pantai Samas, Bantul, DI Yogyakarta. Kami semacam berkonsolidasi membahas isu lingkungan, khususnya terkait konservasi penyu yang merupakan fokus utama dari Reispirasi. Ekspetasiku, ini hanya akan menjadi ajang tukar pikiran biasa. Ternyata, lebih dari padanya. Karena Mas Deny, aku jadi tahu tentang Pak Rujito, mantan pemburu penyu yang menjadi perintis dan pegiat konservasi penyu di Pantai Samas.
Seorang nelayan bernama Rujito memburu penyu setiap datang masa paceklik di Pantai Samas. Bukan baru setahun dua tahun, melainkan sejak tahun 1980. Telur hasil berburunya dijadikan sebagai umpan pancing atau sekadar dijual untuk membantu ekonomi. Tak jarang juga, penyu yang didapat ia olah untuk konsumsi pribadi.
Menyentuh tahun milenium, pria berusia 60-an tahun ini mengikuti sosialisasi yang diselenggarakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta. Pengetahuan bahwa penyu menuju kepunahan akhirnya sampai di kedua telinganya. Cepat. Ia langsung banting setir dari seorang pemburu menjadi seorang konsevator. Bertahun-tahun ia bekerja sendiri karena masyarakat lain enggan berpartisipasi. Orientasi mereka tetap keuntungan ekonomi, bukan perihal konservasi. Hal itu membuatnya menjadi seperti melawan semua orang di Samas. Ini seperti Rujito vs Everybody.
Usahanya akhirnya dilirik. Ia mendapatkan penghargaan dari universitas tempatku sekarang belajar, Universitas Gadjah Mada. Dengan sepeda ontel yang dimilikinya, ia menempuh perjalanan 30 KM untuk memenuhi undangan penyerahan penghargaan. Baru saja standar sepeda tua itu diturunkan, namanya langsung dipanggil. Kakinya siap untuk berjalan ke depan. Namun, betapa mengejutkannya ketika ia hampir sampai panggung, seseorang yang lain, dengan gagahnya, mengambil alih posisinya dan mengaku sebagai Rujito.
Pak Rujito memang belum dikenal banyak orang, tetapi ini mengherankan. Tidak ada yang tahu kalau Rujito yang asli sedang tersenyum melihat tingkah tetangganya sediri mengaku-ngaku sebagai dirinya. Orang yang bahkan enggan memberikan sumbang asih untuk konservasi malah mengambil buah manis dari keringat orang lain dengan tidak tahu diri. Tidak ada reaksi apa pun. Ia terus mundur dan melihat dari kejauhan. Bukan, bukan karena ia tidak peduli, ia hanya tidak ingin membuat keributan. Ia kemudian berbalik. Standar parkir itu kembali dinaikkan. Pedalsnya diinjak dan siap melaju untuk pulang ke rumah.
Kejadian ini tidak membuatnya berhenti karena penghargaan bukan tujuan akhirnya. Telur penyu yang menghilang, tukik-tukik yang tidak kembali, dan Pantai Samas yang menjadi tempat tinggalnya tetap menjadi kekhawatiran beliau. Tahun ke tahun berlalu, Pak Rujito sampai sekarang sudah menerima dua Penghargaan Kalpataru dari pemerintah, tepatnya pada tahun 2007 dan 2016. Perasaan senang menyelimuti dirinya, ia merasa usahanya dihargai. Harapan besar juga terpancar agar semakin banyak orang yang terinspirasi untuk bisa melestarikan penyu.
Mas Deny menghela napas ketika menceritakan kejadian itu. Kepalanya menggeleng-geleng dan terdengar decak tipis diujung bibirnya. Ia tidak habis pikir dengan Pak Rujito yang dengan mudahnya berlapang dada. Sama halnya dengan kami yang juga demikian. Bahkan, aku dan beberapa teman lain merasa ini sudah seperti sebuah film.
Maka dari itu, hadirlah Reispirasi. Komunitas yang membantu Pak Rujito dalam melakukan konservasi penyu. Sekarang, kegiatan yang ada tidak hanya sebatas itu. Reispirasi bersama Pak Rujito sering melakukan kegiatan edukasi kepada masyarakat yang lebih luas. Selain itu, pemeliharaan Pantai Samas juga dilakukan dalam upaya menjaga lingkungan, seperti dilaksanakannya penanaman pohon mangrove.
12 Februari 2023, aku berkesempatan bertemu langsung dengan Pak Rujito untuk melakukan aksi konservasi mangrove bersama komunitas relawanku, Earth Hour. Ini akan aku ceritakan pada tulisanku yang lain, sampai jumpa di sana!